- PENGERTIAN
PERSEDIAAN DAN CARA PENCATATAN
Persediaan merupakan barang yang
diperoleh untuk dijual kembali atau bahan untk diolah menjadi barang jadi atau
barang jadi yang akan dijual atau barang yang akan digunakan. Persediaan ini
dapat dicatat dengan dua sistem yaitu: Sistem Periodik dan Sistem Perpetual.
Dalam Metode Perpetual, pada waktu
membeli barang dibuat jurnal yang men-debet akun Persediaan Barang Dagangan dan
meng-kredit akun Hutang atau Kas. Pada waktu menjual barang dibuat jurnal yang
mendebet akun Harga Pokok Penjualan dan mengkredit akun Persediaan sehingga
akun Persediaan akan menunjukkan harga pokok dari persediaan yang ada di
gudang.
Jika menggunakan Sistem Periodik,
jika ada penjualan barang tidak dibuat jurnal untuk harga pokok dari barang
yang dijual di bagian akuntansi. Pada akhir tahun, persediaan yang ada di
gudang penyimpanan dihitung jumlah kuantitasnya dan ditentukan nilai/harga
belinya. Untuk menentukan persediaan yang dipakai/dijual, persediaan yang
pernah ada (persediaan awal ditambah pembelian selama satu periode) dikurangi
dengan persediaan akhir periode. Kemudian dibuat dua ayat jurnal penyesuaian.
Jurnal yang pertama mendebet akun Ikhtisar Laba Rugi dan mengkredit akun
Persediaan sejumlah persediaan awal. Jurnal yang kedua didasarkan atas hasil
inventarisasi fisik barang pada akhir tahun. Jurnalnya mendebet akun Persediaan
Barang Dagangan dan mengkredit akun Ikhtisar Laba Rugi. Ayat jurnal ini dibuat
sekaligus dalam satu periode.
Berikut ini adalah ilustrasi jurnal
untuk sistem perpetual dan sistem periodic, namun belum mencakup seluruh
transaksi berkaitan dengan persediaan, seperti pembayaran ongkos angkut,
penerimaan dan pemberian diskon.
Transaksi
|
Sistem Periodek
|
Sistem Perpetual
|
1.
|
Membeli barang dagangan secara kredit Rp 10.000
|
Pembelian
Hutang
|
10.000
|
10.000
|
Persediaan Brg Dag
Hutang
|
10.000
|
10.000
|
2.
|
Retur pembelian Rp 500
|
Hutang
Retur Pembelian
|
500
|
500
|
Hutang
Persediaan Brg Dag
|
500
|
500
|
3.
|
Terdapat barang yang dijual. Harga jual Rp 4.000 dan
harga pokok barang Rp 1.500
|
Piutang/Kas
Penjualan
|
4.000
|
4.000
|
Piutang/Kas
Penjualan
HPP
Persediaan Brg Dag
|
4.000
1.500
|
4.000
1.500
|
4.
|
Pada akhir tahun
|
Mutlak harus dilakukan inventarisasi fisik karena
tanpa inventarisasi fisik barang, tidak dapat diketahui persediaan yang ada
|
Tanpa inventarisasi sudah dapat diketahui
persediaan, namun inventarisasi perlu dilakukan
|
Misalkan menurut perhitungan fisik pada akhir tahun
saldo persediaan Rp 200 dan pada awal tahun Rp 150.
|
Ikhtisar L/R
Persediaan B.D.
Persediaan B.D
Ikhtisar L/R
|
150
200
|
150
200
|
Jika hasil inventarisasi fisik tidak sama dengan
saldo rekening persediaan, perusahaan perlu membuat jurnal, jika sama tidak
perlu membuat jurnal.
|
- MENENTUKAN
COST DARI PERSEDIAAN AKHIR
Jika perusahaan sering membeli
barang dan harga beli masing-masing pembelian berbeda, maka perusahaan akan
mengalami kesulitan dalam menentukan harga pokok barang yang dipakai/dijual dan
harga pokok barang yang masih ada di gudang.
Sebagai contoh data persediaan
barang dagangan untuk bulan Januari 2006 sebagai berikut:
Januari 1
Persediaan 200 unit @ $10 =
$2,000
12
Pembelian 400 unit @ $12 =
$4,800
26
Pembelian 300 unit @ $11 =
$3,300
30
Pembelian 100 unit @ $13 =
$1,300
Setelah dilakukan inventarisasi
fisik, jumlah pesediaan per 31 Januari 2006 adalah 300 unit. Tentukan:
1. Persediaan per 31 Januari 2006.
2. Harga pokok persediaan yang dijual
dalam bulan Januari 2006.
Barang yang tersedian untuk
dijual selama bulan Januari adalah 200 + 400 + 300 + 100 = 1.000 unit, maka
barang yang dijual adalah 1.000 – 300 = 700 unit. Karena harga belinya
berbeda-beda, maka perlu asumsi arus barang yang akan digunakan sebagai dasar
penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir sebagai berikut:
1. FIFO (First
In First Out), barang yang masuk terlebih dahulu dianggap yang
pertama kali dijual/keluar sehingga persediaan akhir akan berasal dari
pembelian yang termuda/terakhir.
2. LIFO (Last
In First Out), barang yang terakhir masuk dianggap yang pertama kali
keluar, sehingga persediaan akhir terdiri dari pembelian yang paling awal.
3. Rata-rata (Everage), pengeluaran barang secara acak dan
harga pokok barang yang sudah digunakan maupun yang masih ada ditentukan dengan
cara dicari rata-ratanya.
Penerapan asumsi ini berlaku baik dalam sistem
periodik maupun dalam sistem perpetual.
- Jika
perusahaan menggunakan Sisem Periodik
- FIFO
Dengan metode ini jumlah barang yang
digunakan sebanyak 700 unit diasumsikan berasal dari barang yang pertama kali
dibeli, yaitu:
200
unit @
$10 = $2,000
400
unit @
$12 = $4,800
100
unit @
$11 = $1,100
Harga pokok
penjualan
$7,900
Selanjutnya persediaan yang 300 unit
dianggap dari pembelian tanggal 26 dan 30 Januari 2006 dengan rincian sebagai
berikut:
200
unit @
$11 = $2,200
100
unit @
$13 = $1,300
Persediaan
akhir
$3,500
- LIFO
Dengan metode ini jumlah barang yang
dijual sebanyak 700 unit diasumsikan berasal dari barang yang terakhir dibeli,
yaitu:
100
unit @
$13 = $1,300
300
unit @
$11 = $3,300
300
unit @
$12 = $3,600
Harga pokok
penjualan
$8,200
Selanjut persediaan akhir 300 unit
dianggap berasal dari pembelian tanggal 1 dan 12 Januari 2006, yaitu:
200
unit @
$10 = $2,000
100
unit @
$12 = $1,200
Persediaan
akhir
$3,200
3). Metode Rata-rata
Untuk menghitung persediaan akhir
dan harga pokok penjualan perlu dibuat perhitungan sebagai berikut:
Tanggal
|
Keterangan
|
Unit
|
Harga per Unit
|
Jumlah
|
Jan 1
|
Persediaan
|
200
|
$10
|
$2,000
|
12
|
Pembelian
|
400
|
$12
|
$4,800
|
26
|
Pembelian
|
300
|
$11
|
$3,300
|
30
|
Pembelian
|
100
|
$13
|
$1,300
|
Jumlah
|
1,000
|
|
$11,400
|
Rata-rata = $11,400 : 1,000
|
$11.4
|
Harga pokok penjualan = 700 x $ 11.4
= $7,980
Persediaan akhir = 300 x $11.4 =
3,240
- Jika
perusahaan menggunakan Sistem Perpetual
Jika perusahaan menggunakan sistem
perpetual, penentuan harga pokok barang yang dijual dan persediaan akhir
dilakukan setiap perusahaan menjual barang. Untuk mempermudah pekerjaan
menentukan harga pokok ini digunakan suatu kartu yang lazim disebut Kartu
Persediaan. Satu jenis barang disediakan satu Kartu. Dengan demikian sistem ini
baru cocok untuk persediaan yang nilainya tinggi.
Misalkan atas satu jenis barang diperoleh informasi
sebagai berikut:
Tanggal
|
Keterangan
|
Unit
|
Harga Beli per Unit
|
Jan. 1
|
Persediaan
|
200
|
$10
|
12
|
Pembelian
|
400
|
$12
|
17
|
Dijual
|
300
|
|
26
|
Pembelian
|
300
|
$11
|
27
|
Dijual
|
200
|
|
28
|
Dijual
|
300
|
|
30
|
Pembelian
|
100
|
$13
|
Berikut ini hanya diberikan contoh
metode FIFO:
Tgl
|
Ket
|
Dibeli
|
Dipakai
|
Persediaan
|
Unit
|
Cost
|
Jumlah
|
Unit
|
Cost
|
Jumlah
|
Unit
|
Cost
|
Jumlah
|
Jan 1
|
Persediaan
|
|
|
|
|
|
|
200
|
10
|
2,000
|
12
|
Pembelian
|
400
|
12
|
4,800
|
|
|
|
200
400
|
10
12
|
2,000
4,800
|
17
|
Dijual
|
|
|
|
200
100
|
10
12
|
2,000
1,200
|
300
|
12
|
3,600
|
26
|
Pembelian
|
300
|
11
|
3,300
|
|
|
|
300
300
|
12
11
|
3,600
3,300
|
27
|
Dijual
|
|
|
|
200
|
12
|
2,400
|
100
300
|
12
11
|
1,200
3,300
|
28
|
Dijual
|
|
|
|
100
200
|
12
11
|
1,200
2,200
|
100
|
11
|
1,100
|
30
|
Pembelian
|
100
|
13
|
1,300
|
|
|
|
100
100
|
11
13
|
1,100
1,300
|
- MENAKSIR
COST PERSEDIAAN
Kadangkala situasi tidak
memungkinkan dilakukan penghitungan fisik atau sistem perpetual sangat mahal
untuk diterapkan. Suatu supermarket dengan beribu macam jenis persediaan
mungkin akan terganggu operasionalnya jika setiap bulan harus melakukan
penghitungan fisik persediaan dalam rangka menyusun laporan keuangan bulanan.
Perusahaan asuransi dalam menentukan besarnya kerugian atas persediaan yang
terbakar tidak mungkin menghitung secara fisik barang yang terbakar karena
barangnya sudah rusak bahkan habis.
Keadaan di atas mendorong dilakukan
penaksiran cost dari persediaan. Terdapat
dua metode yang sering digunakan yaitu metode harga eceran dan metode
laba kotor.
- Metode
Harga Eceran
Cost persediaan ditentukan dengan
mengkonversi persediaan menurut harga eceran menjadi cost dengan mengggunakan
prosentase cost terhadap harga eceran.
Contoh:
Harga
Pokok (Cost) Harga Eceran
Persediaan 1 Januari
2005 $
60,000 $ 100,000
Pembelian Januari
2005 $
540,000 $ 900,000
Barang tersedia untuk
dijual $
600,000 $ 1,000,000
% Cost thd Harga Eceran=
(600,000 :
1,000,000) x 100% = 60%
Penjualan $
700,000
Persediaan
akhir $
300,000
Nilai cost
persediaan akhir = 60% x $ 300,000 = $ 180,000
- Metode
Laba Kotor
Persediaan akhir ditentukan dengan
cara persediaan awal ditambah dengan pembelian selama satu periode kemudian
dikurangi dengan harga pokok barang yang dijual pada periode yang bersangkutan.
Untuk menentukan harga pokok penjualan, penjualan yang telah dicatat dalam
rekening penjualan dikurangi dengan laba kotornya. Umumnya laba kotor ini sudah
diketahui %-nya. Jika belum diketahui, % laba kotornya digunakan % laba kotor
tahun-tahun sebelumnya. Misalkan persediaan awal tahun 2005 $ 100,000 pembelian
selama bulan Januari $ 1,200,000 dan penjualan selam bulan Januari menurut
rekening buku besar $ 90,000 dan laba kotor 20% dari harga jual, maka
persediaan akhir dapat dihitung sebagai berikut:
Persediaan 1 Januari
2005 $
100,000
Pembelian
Januari
2005 $
1,200,000
Barang
tersedia untuk
dijual $
1,300,000
Penjualan $
900,000
Laba
Kotor (20% x $ 900,000) $
180,000
Harga
pokok barang yang
dijual $
720,000
Persediaan
akhir $
580,000
- MENYAJIKAN
NILAI PERSEDIAAN DI NERACA
Nilai yang disajikan di neraca dpat
saja nilai costnya seperti yang telah ditentukan dengan berbagai asumsi arus
barang. Nilai yang disajikan di neraca dapat juga nilai pasarnya. Atau dapat
juga dipilih yang terendah antara cost dengan harga pasarnya.
Biasanya nilai yang disajikan di
neraca adalah nilai yang terendah antara cost dengan harga pasarnya. Misalnya
dalam perusahaan mempunyai persediaan dengan cost
$ 1,000. Pada akhir tahun harga pasar dari persediaan tersebut adalah $ 900,
maka yang disajikan di neraca adalah $ 900. Jika harga pasar barang tersebut
adalah $ 1,100, maka yang disajikan di neraca adalah costnya yaitu $ 1,000.
Yang dimaksud dengan cost adalah pasar harga yang tidak lebih tinggi
dari ceiling dan tidak boleh lebih rendah
dari floor. Ceiling
adalah taksiran harga jual dikurangi dengan taksiran biaya penjualan barang
tersebut. Floor adalah ceiling dikurangi
dengan laba normal. Misalkan perusahaan telah menaksir biaya penjualan adalah
2% dari harga jual dan laba kotor yang normal bagi perusahaan itu adalah 20%
dari harga jual maka berikut ini diberikan beberapa kemungkinan sebagai
berikut:
Kasus
|
Cost
($)
|
Market
|
COMWIL
($)
|
Replacement
Cost ($)
|
Floor
($)
|
Ceiling
($)
|
Market
($)
|
A
|
.65
|
.70
|
.55
|
.80
|
.70
|
.65
|
B
|
.65
|
.60
|
.55
|
.80
|
.60
|
.60
|
C
|
.65
|
.50
|
.55
|
.80
|
.55
|
.55
|
D
|
.50
|
.45
|
.55
|
.80
|
.55
|
.50
|
E
|
.75
|
.85
|
.55
|
.80
|
.80
|
.75
|
F
|
.90
|
1.00
|
.55
|
.80
|
.80
|
.80
|
Dalam kasus A replacement cost berada di antara floor dan ceiling,
oleh karena itu replacement cost akan
mewakili market untuk dibandingkan dengan cost yaitu $ .65. Ternyata cost $.65
lebih rendah dari market ($.70) oleh
karena itu harga yang dilaporkan adalah cost
nya yaitu $ .65.
Dalam kasus B, replacement cost yang $.60 berada di antara ceiling, dan floor
oleh karena itu replacement cost dapat
mewakili market kemudian dibandingkan
dengan cost $.65. Ternyata market lebih
rendah, maka yang disajikan di neraca adalah market.
Dalam Kasus C, replacement cost $.50 ternyata dibawah floor maka market diwakili oleh floor, kemudian dibandingkan dengan cost, ternyata floor
lebih rendah, maka yang disajikan di neraca adalah floor
Dalam kasus D, replacement cost di bawah floor, maka market
diwakili oleh floor dan dibandingkan
dengan cost. Ternyata cost lebih rendah, maka yang disajikan di neraca
adalah cost. Begitu juga kasus E.
Dalam kasus F, replacement cost di atas ceiling, sehingga ceiling,
mewakili market dan dibandingkan dengan cost,
ternyata lebih rendah, sehingga yang disajikan di neraca adalah ceiling,.